Minggu, 17 Mei 2015

ANALISIS NILAI KESEIMBANGAN DALAM PANCASILA DENGAN TEORI POLITIK THOMAS HOBBES


A.    Pemahaman Terhadap Kesimbangan Nilai pada Pancasila
Secara ontologi Pancasila adalah bukan sekedar ideologi tanpa makna. Tapi merupakan kendaraan atau wahana untuk mencapai suatu kedaulatan tertinggi berdasarkan moralitas harkat dan martabat manusia sebagai mahluk Tuhan. Pancasila merupakan filsafat dan pandangan hidup Bangsa Indonesia yang digali dari bumi pertiwi, dan telah diyakini bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya berlaku dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Pancasila sebagai landasan moral bangsa mengisyaratkan bahwa dalam mencapai cita-cita nasional harus menjadi pegangan agar tidak menyimpang dalam mencapai tujuan bangsa dalam mensejahterakan rakyat. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya menjadi pedoman atau dasar bagi bangsa dalam memandang manusia,masyarakat ,bangsa dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar negara.Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum yang nilai-nilainya menjiwai setiap aturan yang berlaku dalam tatanan kehidupan bangsa. Peranan Pancasila sebagai falsafah pandangan hidup bangsa pada hakikatnya merupakan cerminan nilai-nilai dasar Pancasila secara harmonis ,serasi,selaras dan seimbang.
Di dalam Pancasila terdapat kesimbangan antara hubungan vertikal dan horisontal yang menyebabkan kesamaan nilai yang terdapat di dalam Pancasila. Hubungan vertikal yang terdapat didalam pancasila yakni antara manusia dengan sang khalik sebagai penjelmaan nilai-nilai Ketuhanan YME. Didalam hubungan tersebut manusia memahami tentang nilai bahwa (1)  manusia memanfaatkan alam ciptaan tuhan karena pada dasarnya manusia mempercayai bahwa segala sesuatu merupakan ciptaan dari yang kuasa, (2) manusia harus bertaqwa kepada Tuhan YME yakni manusia diharuskan menjalankan perintah-perintah Tuhan sebagai rasa syukur atas ciptaan-Nya,  (3) manusia mempercayai akan ada pembalasan atas amal yang dilakukan manusia di dunia dengan mempercayai adanya surga dan neraka.
Sedangkan hubungan horisontal yang terdapat di dalam nilai pancasila yakni antara manusia dengan sesamanya, baik dalam fungsinya sebagai warga masyarakat, warga bangsa, dan warga negara. Dari sini melahirkan hak dan kewajiban yang harus seimbang. Di dalam nilai yang terdapat di Pancasila terdapat kesimbangan antara hubungan vertikal dan horisontal supaya manusia mengetahui hak dan kewajibanya sebagai masyarakat, warga negara dan makhluk ciptaan tuhan.
B.     Teori Politik Thomas Hobbes
Hobbes menggambarkan negara sebagai makhluk raksasa dan menakutkan yang melegitimasikan diri semata-mata karena kemampuannya untuk mengancam.Kemudian negara juga berhak menuntut ketaatan mutlak warga negara kepada hukum-hukum yang ada, serta menyediakan hukuman bagi yang melanggar, termasuk hukuman mati. Dengan demikian, warga negara akan menekan hawa nafsu dan insting untuk berperilaku destruktif. Selanjutnya, warga negara akan memilih untuk patuh kepada hukum karena memiliki rasa takut dihukum mati.Hilangnya kebebasan warga negara terhadap negara adalah harga yang harus dibayar jika semua orang ingin hidup dalam ketenteraman, keteraturan, dan kedamaian.Menurut Hobbes, manusia tidaklah bersifat sosial. Manusia hanya memiliki satu kecenderungan dalam dirinya, yaitu keinginan mempertahankan diri. Karena kecenderungan ini, manusia bersikap memusuhi dan mencurigai setiap manusia lain: homo homini lupus! (manusia adalah serigala bagi sesamanya).
Untuk mengantisipasi peyalahgunaan kekuasaan oleh para penguasa, Hobbes menyatakan dua hal. Yang Pertama, perlu ada kesadaran dari pihak yang berkuasa mengenai konsep keadilan, sebab kelak perbuatannya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah dalam pengadilan terakhir. Dan yang kedua, jika negara mengancam kelangsungan hidup warga negara, maka setiap warga negara yang memiliki rasa takut terhadap kematian akan berbalik menghancurkan negara, sebelum negara menghancurkan mereka. Pada situasi tersebut, masyarakat akan kembali ke "keadaan alamiah" untuk selanjutnya membentuk negara yang lebih baik, dan seterusnya.
C.    Keterkaitan Teori Politik Thomas Hobbes Terhadap Teori Pancasila
Teori politik Thomas Hobbes pada dasarnya berbanding terbalik dengan teori Pancasila. Teori Hobbes terbentuk pada jaman raja-raja pada masa itu menguasai masyarakatnya . Hal itu dikarenakan pada pemerintahan di zamannya terkenal dengan negara yang absolut. Hobbes tidak mau membenarkan kesewenangan para raja, melainkan ia mau mendasarkan suatu kekuasaan negara yang tidak tergoyahkan. Pada teorinya Thomas Hobbes menggambarkan bahwa manusia itu egois, untuk mengutamakan kepentinganya sering kali manusia menerkam manusia lain (homo homini lupus­) yang menyebakan persaingan dalam masyarakat menjadi tidak rasional, sebab hal ini berlawanan dengan kepentingan asasi itu. Karena itu Thomas hobbes sempat menggambarkan bahwa untuk menjaga perdamaian yaitu dengan membuat undang- undang agar tercipta suatu keadilan dengan mengadakan kontrak sosial, semacam perjanjian damai yang menjadi dasar kehidupan sosial diantara mereka. Akan tetapi, perjanjian semacam ini rapuh, dan mereka harus  menyerahkan kekuasaan dan hak-hak kodrati mereka semua kepada sebuah lembaga yang disebut negara.
Ajaran sosial Hobbes tentang absolutisme negara dan peran instrumental agama ini mendukung monarkisme. Hobbes mendukung bahwa Raja harus memiliki kekuasaan mutlak tas ratyaknya. Baginya, demokrasi itu lemah, keropos, dan hanya bias dilakuakan di negara-negara kecil. Dalam negara yang besar pemerintahan haruslah absolute agar tidak terjadi kekacauan dan ketidakstabilan politis. Raja haruslah seorang yang kuat dan memaksakan kehendak-kehendaknya secara efektif. Dalam karyanya yang berjudul Leviathan, Hobbes menulis tiga asumsi dasar yang pertama bahwa manusia itu sama, yang kedua manusia berinteraksi pada kondisi anarki, dan yang ketiga yaitu manusia dilingkupi oleh kompetisi. Asumsi Hobbes ini sangat mempengaruhi manusia agar tetap dapat berrtahan dalam state of nature dimana yang kuatlah yang bisa menang karena tidak ada pemerintah atau kekuatan yang mengatur mereka (anarki). Hal tersebut berbeda dengan teori Pancasila yang menjunjung nilai keseimbangan dan kesamaan dalam suatu sistem kemasyarakatan. Pancasila sebagi suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa Pancsila bersifat aktual, dinamis, antisifasif dan senentiasa mampu menyelesaikan dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Keterbukaan Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung didalamnya, namun mengeksplisitkan wawasannya lebih kongkrit, sehingga memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang senentiasa berkambang seiring dengan aspirasi rakyat, perkembangan iptek dan zaman.

Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.Sehingga Sila-sila Pancasila yang pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis. Artinya, antara sila-sila Pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi karena Pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia yang berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan masyarakat  bangsa yang nilai-nilai itu dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dalam memaknai Pancasila kita dapat mengetahui bahwa tidak ada sesuatu yang dapat mendominasi sesuatu yang lain. Negara bukanlah suatu alat yang digunakan untuk memaksakan sesuatu kepada masyarakatnya, akan tetapi negara merupakan suatu wadah dimana masyarakat bisa mengaspirasikan pemikiranya atau biasa disebut sistem demokrasi. Jadi dapat dikatakan bahwa nilai-nilai yang ada dalam teori Pancasila meyanggah teori politik yang dikemukakan oleh Thomas Hobbes. Pada dasaranya suatu terori yang  bersifat probabilite, suatu teori pasti akan mengalami generelasi-generelasi yang baru. Dalam hal ini tidak ada ayng salah pada kedua teori tersebut, akan teteapi tergantung cara pandang dan epistimologo masing-masing tersebut.