Selasa, 17 Maret 2020

BUDAYA NASIONAL DAN GLOBALISASI





BUDAYA
Pengertian secara umum tentang budaya dapat beraneka macam. Akan tetapi, berakhir pada intinya yang hanya satu yaitu cara hidup yang dimiliki bersama oleh kelompok masyarakat tertentu. Terbentuk dari banyak unsur dan menyeluruh. Walaupun tidak ada aturan tertulisnya, budaya dapat bersifat memaksa sekaligus memberikan pedoman untuk berperilaku supaya kehidupan lebih bermartabat dan bersahaja.
Kebudayaan merupakan hasil dari karya cipta, rasa, dan karsa manusia. Lingkupnya mencakup banyak aspek kehidupan seperti hukum, keyakinan, seni, adat atau kebiasaan, susila, moral, dan juga keahlian. Kehadirannya mampu mempengaruhi pengetahuan seseorang, gagasan, dan ide meskipun budaya berwujud abstrak.
Definisi mengenai kebudayaan juga dikemukakan oleh para ahli. Mungkin bahasan dari pakar ini akan mampu membuat Anda lebih memahami arti dari kebudayaan dengan lebih mudah.
  • Koentjaraningrat
Menurut beliau, kebudayaan merupakan keseluruhan perilaku dari manuasia dan hasil yang diperoleh melalui proses belajar dan segalanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
  • Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara didefinisikan sebagai buah budi manusia, yang merupakan hasil dari dua pengaruh besar yaitu alam dan kodrat masyarakat. Ini juga merupakan sebuah bukti kejayaan kehidupan manusia untuk dapat mengatasi kesulitan di dalam hidupnya agar keselamatan dan kebahagyaan bisa tercapai. Nantinya, sifat tertib dan damai juga akan terlahir dari sini.
  • Soelaeman Soenardi Dan Selo Soemardjan
Menurut dua pakar tersebut kebudayaan merupakan semua hasil karya, cipta, dan rasa dari masyarakat. Karya – karya tersebut menghasilakn teknologi serta kebudayaan berwujud benda dan jasmaniah yang diperlukan oleh umat manusia untuk dapat menguasai alam supaya hasilnya bisa digunakan untuk diabdikan bagi keperluan masyarakat.
  • Dr. Mohammad Hatta
Menurut beliau, pengertian kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa.
Parsudi Suparlan
Definisi kebudayaan adalah semua pengetahuan manusia yang merupakan makhluk sosial yang dipakai untuk dapat memahami dan sebagai interpretasi dari lingkungan dan pengalamannya. Kebudayaan juga dipakai untuk andasan dalam bertingkah laku.
  • Haji Agus Salim
Beliau mengemukakan bahwa kebudayaan adalah persatuan dari istilah budi dan daya agar menjadi makna satu jiwa yang tidak dapat dipisah – pisahkan.
  • Effat Al – Syarqawi
Menurutnya, arti dari kebudayaan merupakan sebuah khazanah sejarah bangsa yang dicerminkan pada pengakuan dan nilai – nilai di dalamnya, yakni nilai – nilai yang dapat menggariskan sesuatu untuk kehidupan, tujuan ideal, dan makna secara rohaniah yang dalam, serta bebas dari ruang dan waktu.
  • Harjoso
Harjoso menguraikan arti kebudayaan menjadi beberapa poin, seperti berikut ini:
– Kebudayaan dalam msyarakat memiliki perbedaan dari yang satu ke yang lainnya
– Kebudayaan diteruskan dan bisa diajarkan
– Kebudayaan dapat diuraikan menjadi komponen biologis, psikologis, dan sosiologis dari keberadaan manusia
– Kebudayaan memiliki struktur dan cara tertentu
– Kebudayaan bisa dibagi atas aspek – aspek sosial dan psikologis
– Kebudayaan memiliki sifat yang dinamis
– Nilai pada kebudayaan mempunyai sifat yang relatif, dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain bisa berbeda – beda.

Unsur Unsur Budaya
  • Unsur Bahasa

Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Pengucapan bahasa yang elok dan merupakan salah satu elemen yang sudah menjadi tradisi. Terus menerus diturun temurunkan sehingga antar manusia di suatu kelompok atau daerah atau bangsa dapat melakukan komunikasi dengan cara mereka sendiri. Bahasa juga digunakan untuk mengadaptasi tradisi. Dibagi menjadi dua, yaitu bahasa ucapan dan bahasa tulisan.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum, dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Contohnya, di Indonesia terdiri dari banyak pulau, adat, suku, dan kelompok etnis. Ada Jawa, Bugis, Dayak, Batak, dan lain – lain. Dari masing – masingnya itu mempunyai bahasa sendiri – sendiri dan berbeda dari bahasa yang lainnya.
  • Sistem Kepercayaan

Agama, dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin religare, yang berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia.
Sistem ini sangat penting karena merupakan salah satu yang dijadikan pegangan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya. Selain itu, kepercayaan juga akan menghubungkan manusia dengan penciptanya, membuat hal – hal yang terlihat mustahil bisa diterima akal sebagai wujud keajaiban dan anugrah dari Tuhan.
Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai, dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.
Contohnya, Ababil tinggal di Aceh yang notabene masyarakatnya mayoritas adalah muslim. Ia pun menjalani kehidupan sebagai seorang yang beraga islam. Ababil melaksanakan solat lima waktu di masjid, berpuasa menahan haus dan lapar saat Ramadhan, dan setiap hari dia pun berdoa mengharapkan semua yang ia cita – citakan dapat tercapai. Ia percaya bahwa Tuhan akan mengabulkan permohonannya.
  • Ilmu Pengetahuan
Sistem pengetahuan dibutuhkan dalam kebudayaan untuk memenuhi rasa ingin tahu manusia terhadap suatu hal. Ilmu ada bermacam – macam dan memiliki peran tersendiri di setiap bidangnya. Dengan adanya ilmu pengetahuan kehidupan manusia bisa terbantu dan lebih maju dari waktu ke waktu. Tanpanya, kehidupan tidak akan berlangsung sampai seperti hari ini.
Sistem ilmu pengetahuan dibagi ke dalam lima hal:
– Pengetahuan Alam
Alam yang ditempati oleh manusia ini begitu luas. Tak hanya bumi saja, tetapi sejagat raya. Untuk itu, ilmu alam sangat penting, supaya keteraturan tempat tinggal manusia ini bisa dijaga. Di dalamnya terdapat pengetahuan tentang bumi, astronomi, gejala alam, dan lain – lain. Ilmu alam pada masa dulu diperoleh dengan cara bertani, berburu, berlayar, dan kegiatan sehari – hari lainnya.
– Pengetahuan Tumbuhan
Ilmu pengetahuan ini pada dasarnya sama dengan ilmu pertanian. Pengetahuan mendasar yang semua orang tahu tentang tumbuhan adalah tumbuhan ada untuk menjadi pelengkap dan dijadikan bahan makanan untuk bertahan manusia maupun hewan.
– Pengetahuan Binatang
Tidak berbeda jauh dari tumbuhan, dalam kebudayaan manusia dimanapun kehadiran hewan di muka bumi ini untuk menunjang keberlangsungan kehidupan manusia. Untuk bahan makanan, kesenangan, teman, dan peliharaan. Ilmu pengetahuan di dalamnya mencakup bagaimana cara berburu hewan, melestarikan hewan, ilmu nelayan, dan bagaimana cara terbaik untuk bisa memanfaatkannya.
– Pengetahuan Tubuh Manusia
Pengetahuan tubuh manusia pada dasarnya diguakan untuk menganalisis tentang kesehatan manusia. Dengan mengetahui struktur tubuh, letak organ, susunan tulang, dan uratnya penyakit lebih mudah untuk diidentifikasi. Dengan begitu pertolongan pertama dapat segera diberikan untuk mencegah penyakit menjadi lebih parah.
– Pengetahuan Sifat Dan Tingkah Laku Manusia
Hal ini diperlukan agar kehiduapn dapat terjaga kedamaiannya. Melalui analisis tingkah laku, manusia satu dengan yang lainnya dapat saling memahami. Meskipun ada beberapa sifat dan tingkah laku manusia yang sifatnya alami, budaya turut mengatur melalui nilai – nilai norma, adat isitadat, hukum adat, dan peraturan tertentu yang telah disepakati secara turun temurun.
– Pengetahuan Ruang Dan Waktu
Pengetahuan ini mempunyai fungsi untuk menghitung, mengukur, dan melakukan penanggalan. Contohnya adalah untuk menentukan bulan, tanggal, dan tahun. Pada kebudayaan Jawa, contohnya untuk menentukan pasaran seperti Kliwon, Legi, dan Wage.
  • Sistem Teknologi
Hadirnya sistem ini menjadi sistem peralatan dan perlengkapan manusia dalam menjalani hidupnya. Koentjaraningrat membagi macam – macam teknologi menjadi alat – alat produksi, wadah, senjata, makanan, minuman, pakaian, rumah, dan transportasi. Sistem teknologi yang dilihat hari ini merupakan perkembangan dari teknologi masa lalu yang sifatnya sederhana.
Dahulu kapak potong sudah merupakan teknologi canggih, kini telah tergantikan dengan mesin potong yang sudah bekerja otomatis. Dahulu rumah hanya berbentuk gubug dan cukup untuk bisa berteduh saja. Kini rumah telah berkembang menjadi gedung dan hotel.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan, dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:
  1. alat-alat produktif
  2. senjata
  3. wadah
  4. alat-alat menyalakan api
  5. makanan
  6. pakaian
  7. tempat berlindung, dan perumahan
  8. alat-alat transportasi


  • Sistem Kemasyarakatan / Kekerabatan
Sistem kekerabatan sangat kental dalam unsur ini. Sistem kemasyarakatan masih digunakan manusia hingga sampai sekarang untuk bersosialisasi dan menjalin hubungan. Hingga saat ini, ada beberapa wilayah dan negara yang memakai sistem kekerabatan seperti Amerika Latin, Afrika, dan Oseanis.
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan.
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek, dan seterusnya.
Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.
Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa, dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
Menurut L.H Morgan, ada beberapa macam sistem kekerabatan yaitu garis parental (keturunan ayah dan ibu), garis alternered yang mengajarkan bahwa perempuan dan laki – laki berkedudukan sama, dan garis keturunan ibu yang mana kedudukan perempuan lebih tinggi dari laki – laki.
  • Sistem Ekonomi / Mata Pencaharian
Sistem Ekonomi kebudayaan Indonesia secara garis besar terdiri dari berburu dan meramu, beternak, bercocok tanam, menangkap ikan, dan sistem irigasi atau pengairan. Hingga sekarang sistem ini berkembang lagi. Misalnya adalah, dari bercocok tanam atau bertani, berlanjut kepada sistem perdagangan dan bisnis pengolahan makanan.



  • Kesenian

Seni merupakan suatu ekspresi terhadap keindahan. Koentjaraningrat membagi seni menjadi dua yaitu seni rupa dan seni suara. Seni masih bisa dibagi menjadi bermacam – macam tak hanya dua jenis itu saja, masih ada seni musik, seni tari, seni terapan, seni murni, dan lain – lain. Seni juga merupakan bagian dari kebudayaan, contoh nyatanya adalah peran seni musik, seni rupa, dan tari dalam upacara adat.


Ciri Kebudayaan 
Secara umum ciri – ciri kebudayaan adalah sebagai berikut ini:
  1. Kebudayaan dapat dipelajari
  2. Kebudayaan dapat diwariskan
  3. Kebudayaan hidup dan berkembang dalam masyarakat
  4. Kebudayaan dapat berubah
  5. Kebudayaan bersifat terintegrasi

Untuk kebudayaan daerah, ia memiliki ciri – ciri tersendiri, yaitu:
  1. Terdapat peninggalan sejarah
  2. Adanya unsur kepercayaan
  3. Terdapat bahasa dan seni khas daerah
  4. Dianut oleh penduduk dalam daerah tersebut
  5. Terdiri dari unsur kebudayaan tradisional dan kebudayaan asli
  6. Memiliki adat istiadat
  7. Bersifat kedaerahan

Seperti kebudayaan daerah, kebudayaan nasional pun memiliki ciri – cirinya tersendiri:
  1. Terdapat unsur – unsur yang bisa menyatukan bangsa
  2. Mencerminkan kehidupan bangsa
  3. Kebanggaan seluruh rakyat Indonesia
  4. Adanya unsur budaya daerah yang diakui secara nasional


Wujud Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat, wujud kebudayaan terbagi atas beberapa hal, yaitu:
1. Sistem Budaya
Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan,sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau difoto. Isi atau substansinya yaitu pengetahuan, nilai-nilai, etos, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi dsb. Sifatnya abstrak, dalam perwujudannya berpola dan berdasarkan sistem tertentu. Lokasinya ada didalam alam fikiran warga masyarakat dimana kebudayaan tersebut hidup. Gagasan bukan berada lepas satu dari yang lain, melainkan selalu berkaitan menjadi system. Ahli antropologi dan sosiologi menyebut dengan system budaya (Cultural System) dalam bahasa Indonesia disebut adat, atau adat istiadat.
2. Sistem Sosial
Wujud kedua dari kebudayaan disebut sebagai system sosial (Social System). Wujudnya adalah berbagai tindakan berpola dari manusia, yaitu aktivitas manusia yang saling berhubungan, berinteraksi serta bergaul dengan lainnya dari waktu ke waktu yang mengikuti pola tertentu yang berdasarkan tata kelakuan atau adat istiadat bersifat konkret dapat diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Kebudayaan dalam sistem sosial sifatnya konkret dan dapat diabadikan. Sistem ini menggambarkan tingkah laku manusia yang terus berjalan dengan pola tertentu dan aturan tertentu.
3. Kebudayaan Fisik
Wujud ke tiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat. Sifatnya paling konkret, artinya memiliki bentuk dan bisa dilihat. Karena berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat ataupun difoto. Misalnya saja hasil budaya seperti candi, baju adat, gamelan, dan benda – benda sejarah lainnya.

Fungsi Kebudayaan
Pada dasarnya, kebudayaan berfungsi untuk mengatur masyarakatnya, tentang bagaimana harus bertindak dan menentukan sikap saat dihadapkan pada sesuatu, sehingga kehidupan menjadi lebih selaras. Fungsi lainnya yaitu:
1. Pedoman Hubungan Manusia Atau Kelompok
Sebuah kelompok tertentu dapat berjalan dengan satu arah dan satu tujuan karena mempunyai kebudayaan yang sama. Contohnya adalah masyarakat Yogyakarta yang mempunyai kebudayaan Grebeg Maulud untuk memperingati Maulid nabi Muhammad SAW. Satu Jogja sepakat bahwa itu adalah budaya yang sudah ada sejak dahulu, tujuannya jelas, dan dianggap sebagai salah satu pemersatu masyarakat.
2. Memenuhi Kebutuhan Masyarakat
Budaya bukan hanya persoalan adat istiadat, tapi juga pola perilaku. Termasuk dalam bagaimana masyarakat tersebut dapat bertahan hidup dengan memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti berkebun untuk masyarakat pegunungan dan para pencari ikan di daerah pesisir pantai. Keduanya bertahan hidup dengan kebudayaan dan tata caranya sendiri yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan hidupnya.
3. Mendorong Perubahan Masyarakat
Kebudayaan dapat digunakan untuk merubah masyarakat. Terutama berlaku untuk kebudayaan baru yang mulai masuk pada ranah masyarakat tertentu. Contoh nyatanya adalah Budaya Korea yang masuk ke Indonesia, sedikit banyak merubah pola perilaku sebagian masyarakat yang menyukai kebudayaan tersebut. Baik diwujudkan dalam gaya hidup, bahasa, maupun kesenian.

KEBUDAYAAN NASIONAL
Kebudayaan nasional secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu kebudayaan yang dipahami serta dapat dijadikan suatu ciri khas dari suatu bangsa.
Kebudayaan nasional memiliki syarat mutlak yakni harus memiliki sifat yang khas dan dapat dibanggakan serta dapat memberikan suatu identitas bagi suatu negara. Kebudayaan nasional adalah suatu kebudayaan lokal yang diangkat dan dianggap dapat mewakili keseluruhan bangsa.
Kebudayaan nasional adalah suatu kebudayaan yang dianggap dapat mewakili serta memberikan satu ciri khas bagi suatu bangsa. Ciri khas ini adalah sesuatu yang bisa dibanggakan dan tidak dapat ditemukan di negara lain.
Dengan memiliki kebudayaan nasional maka suatu negara bisa mendapatkan suatu kebanggaan yang membedakan negara tersebut dari negara lain.
Banyaknya aneka ragam budaya yang terdapat pada negeri kita Indnesia merupakan suatu bukti bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya.
Banyak sekali kepulauan di Indonesia memiliki kebudayaan daerah yang terdiri dari berbagai suku bangsa, adat istiadat, dan bahasa. Kebudayaan daerah inilah yang menjadi faktor utama berdirinya kebudayaan nasional. Oleh karena itu, di Indonesia, kebudayaan nasional bersumber dari kebudayaan daerah / kebudayaan lokal.
Budaya nasional sendiri adalah budaya yang sudah ada dan mengakar pada suatu bangsa. Biasanya kebudayaan ini telah ada sejak dahulu kala dan terus diwariskan kepada anak cucu agar tetap lestari tidak termakan perubahan jaman.
Kebudayaan nasional yang terus dijaga dengan baik akan memberikan dampak yang baik bagi suatu bangsa seperti menguatnya jati diri bangsa dan ideologi bangsa dapat terlihat jelas.
Kebudayaan nasional di Indonesia memiliki berbagai sifat khas yang bisa dilihat dari bahasa daerah, kesenian daerah, pakaian daerah dan juga berbagai kegiatan ada.
Kebudayaan nasional tidak bisa dilihat dari sesuatu yang bisa diterima secara global seperti sistem ekonomi, kemajuan teknologi, agama atau sistem kehidupan masyarakatnya. Kebudayaan nasional haruslah sesuatu yang benar-benar menjadi ciri khas sebuah bangsa. Kebudayaan nasional secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu kebudayaan yang dipahami serta dapat dijadikan suatu ciri khas dari suatu bangsa.

KEBUDAYAAN NASIONAL INDONESIA
Kebudayaan Nasional Indonesia adalah segala kebudayaan yang ada di Indonesia baik itu kebudayan lokal maupun kebudayaan asing yang telah mengakar di Indonesia sejak sebelum kemerdekaan Indonesia di tahun 1945.
Kebudayaan lokal yang dapat diangkat menjadi kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang memiliki landasan Pancasila dan dapat mewakili sebagian besar dari masyarakat Indonesia pada umumnya.
Kebudayaan lokal yang sudah diangkat menjadi kebudayaan nasional jumlahnya sangat banyak. Antara lain batik yang merupakan pakaian adat masyarakat Jawa digunakan sebagai baju adat nasional karena dinilai dapat mewakili warga negara Indonesia pada umumnya.
Gamelan yang merupakan alat musik khas Jawa dan Bali juga diangkat sebagai salah satu kebudayaan nasional di bidang seni karena dianggap dapat mewakili dan memberikan identitas bagi negara Indonesia.
Di bidang kebudayaan ada budaya Wayang yang biasa dilestarikan di banyak daerah di Indonesia yang akhirnya diangkat sebagai kebudayaan nasional karena dapat memberikan ciri khas bagi bangsa Indonesia.

BUDAYA NASIONAL DI INDONESIA
  • Pakaian Nasional
Pakaian adat Indonesia jumlahnya sangat banyak. Hampir setiap daerah memiliki pakaian adatnya masing-masing dan dari banyaknya pakaian adat itu dipilihlah beberapa pakaian adat yang dapat mewakili Indonesia secara umum.
Contohnya, di Jawa ada batik, beskap dan kebaya. Di Bali ada kamben. Di Nusa Tenggara ada kain tenun yang menjadi ciri khasnya.
Untuk mewakili Indonesia secara umum dipilihlah batik dan kebaya sebagai pakaian nasional. Batik mendapatkan perhatian dan tanggapan yang cukup baik dari dunia internasional.
Hal ini tidak lepas dari perjuangan para duta bangsa di berbagai bidang yang selalu mengenakan batik setiap kali bertandang ke luar negeri. Hingga saat ini hampir seluruh dunia telah mengetahui bahwa batik adalah pakaian nasional Indonesia.
  • Rumah Adat Nasional
Rumah adat yang paling sering dianggap sebagai rumah adat nasional di Indonesia adalah rumah joglo dan rumah gadang. Rumah joglo adalah rumah adat dari Jawa dan rumah gadang adalah rumah adat dari Minangkabau. Keduanya memiliki arsitektur yang unik dan sangat menggambarkan karakter serta ciri khas bangsa Indonesia. Tidak heran jika kedua rumah ini gambarnya sering terpampang di berbagai tempat yang mempromosikan keindahan Indonesia. Pemilihan rumah adat nasional diputuskan berdasarkan kecocokan dengan ciri khas bangsa Indonesia.
  • Alat Musik Nasional
Alat musik adat yang diangkat sebagai alat musik nasional adalah gamelan. Gamelan banyak digunakan di berbagai daerah di Indonesia seperti di Jawa dan di Bali.
Gamelan dipilih karena dianggap dapat memberikan ciri khas bagi bangsa serta memiliki keunikan tersendiri dibanding dengan alat musik lainnya. Gamelan harus dimainkan secara berkelompok untuk memberikan hasil suara musik yang baik.
Oleh karena itu, gamelan sangat cocok untuk menggambarkan adat masyarakat Indonesia yang suka bergotong royong dan bekerjasama dalam kehidupannya.
  • Kesenian Nasional
Kesenian nasional Indonesia biasanya digambarkan dengan kesenian wayang kulit. Meskipun di Indonesia banyak sekali jenis kesenian adat yang bisa dipilih namun wayang kulitlah yang paling sering digunakan untuk menggambarkan kesenian nasional.
Kesenian nasional ini harus selalu dilestarikan, jika tidak bisa saja negara lain mengambil kesenian ini dan mematenkannya sebagai kesenian nasional negara mereka. Hal ini seperti yang pernah terjadi pada reog Ponorogo yang pernah diakui oleh Malaysia sebagai kesenian nasional negaranya.
Wayang kulit pun hampir bernasib sama karena hampir dipatenkan oleh negara lain sebagai kesenian nasionalnya. Hal ini dikarenakan Indonesia dan Malaysia adalah negara serumpun yang bisa saja banyak kesamaan dalam kebudayaan dan keseniannya. Jika tidak dilestarikan maka kesenian ini akan musnah dimakan perubahan jaman.
  • Masakan Nasional
Masakan nasional di Indonesia jumlahnya sudah tidak dapat dihitung lagi. Banyak sekali makanan tradisional yang bisa dijadikan masakan nasional. Yang paling lazim dijadikan ikon Indonesia adalah masakan rendang Padang.
Hal ini dikarenakan rendang Padang telah memiliki pamor yang sangat baik di negara lain bahkan di dunia. Rendang dinobatkan sebagai salah satu makanan khas paling lezat di dunia sehingga tidak heran lagi jika rendang didapuk sebagai masakan nasional Indonesia.
  • Peninggalan Bersejarah
Peninggalan sejarah yang menggambarkan kebudayaan nasional Indonesia sudah tidak bisa dihitung lagi jumlahnya. Candi Borobudur adalah salah satu yang paling sering dijadikan ikon peninggalan bersejarah di Indonesia.
andi Borobudur juga telah dinobatkan menjadi salah satu destinasi wisata sejarah yang paling disukai oleh turis mancanegara.
Selain itu masih ada Candi Prambanan di Sleman dan Klaten yang juga dijadikan ikon warisan budaya. Candi Prambanan memiliki keindahan tersendiri yang pada akhirnya banyak orang menobatkan Candi Prambanan sebagai ikon dari kebudayaan bersejarah di Indonesia.


MASUKNYA ISLAM KE NUSANTARA


Awalnya ajaran Islam dibawa oleh para pedagang Gujarat, kemudian diikuti oleh orang-orang Arab dan Persia. Pada umumnya para pedagang ini ialah pemeluk agama Islam. Sambil berdagang merekapun sembari menyebarkan agama Islam di setiap tempat yang mereka singgahi.
Terdapat banyak pendapat berbeda mengenai awal masuknya Islam ke Nusantara. Dalam seminar masuknya Islam ke Indonesia yang diadakan di Medan pada tahun 1963 menegaskan bahwa “Islam untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijrah (abad ke-7/8 Masehi), dan itu langsung dari arab”. Ini merupakan teori Makkah, yaitu salah satu dari 3 teori masuknya Islam ke Nusantara. Jika pendapat ini benar dan dapat diterima,maka bangsa Indonesia telah mengenal Islam sejak abad ke-14 yang lalu. Interaksi antara penduduk Nusantara dengan kaum muslim yang berasal dari Timur India juga menjadi faktor dalam penyebaran Islam di Nusantara.
Menurut Abdul Rahman Haji Abdullah bahwa pada abad ke-7 M, telah terjadi kontak bisnis kapur barus antara penduduk Nusantara dengan saudagar Arab.
Terdapat pendapat lain mengenai awal masuknya Islam ke Nusantara, yaitu awal masuknya Islam ke Nusantara yaitu diperkirakan berlangsung mulai abadke-11 hingga abad ke-17 M. Pendapat ini diperkuat dengan ditemukannya bukti-bukti sejarah seperti:
  1. Sejarah Dinasti Yuan (1280-1376) yang melaporkan pertemuan duta Cina dengan dua orang menteri dari Kerajaan Samudra Pasai. Pertemuan itu terjadi di Quilon.
  2. Laporan Marco Polo (Perantau dari Venesia, Italia) pada tahun 1292 M. Ia bertahan selama 5 bulan di Samudra Pasai yag penduduknya sudah beragama Islam.
  3. Ying Yai Sheng Lan atau laporan umum tentang pantai-pantai lautan, merupakan laporan yang ditulis oleh seorang Cina Muslim bernama Ma Huan dan diterbitkan pada tahun 1416.
Terdapat juga pendapat lain, yaitu pengaruhIslam masuk ke Nusantara terjadi pada abad ke-13 Masehi. Pendapat itu tidak terlepas dari bukti yang telah ditemukan,seperti:
  • Batu nisan Sultan Malik as-Saleh beberangka tahun 1297 Masehi. Ia adalah Raja pertama kerajaan Samudra Pasai yang beragama Islam. 
  • Catatan perjalanan Marco Polo yang pernah singgah di Kerajaan Perlak (1292). Ia menceritakan bahwa penduduk kota Perlak telah menganut Islam. Sedangkan, di luar kota masih menganut animisme dan dinamisme.
  • Catatan Ibnu Battuta (1345-1346) yang menyatakan bahwa Kerajaan Samudra Pasai menganut paham Syafi’i. Hal ini membuktikan Islam sudah berkembang di kerajaan tersebut.
  • Catatan Ma-Huan, musafir Cina, ia memberitakan bahwa sebagian besar penduduk pantai utara Jawa Timur telah memeluk agama Islam pada abad ke-15 Masehi.
  • Suma Oriental dari Tome Pires, musafir Portugis, ia memberitakan bahwa penyebaran agama Islam di Indonesia yang meliputi Sumatera, Kalimantan, Jawa hingga Kepulauan Maluku terjadi pada tahun 1512 sampai tahun 1515 Masehi.
Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa terdapat 3 pendapat mengenai awal masuknya Islam ke Nusantara. Pertama, Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-7. Kedua, Islam masuk ke Nusantara abad ke-11. Ketiga, Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13.
Sementara itu pada abad ke-17 dan 18, wilayah timur Indonesia masih menganut animisme. Islamisasi di wilayah tersebut masih sangat minim hanya disekitaran pelabuhan saja. Peran para pedagang dan ulama lah Islamisasi di timur Indonesia dapat tersebar.
Pendapat mengenai awal masuknya Islam ke Nusantara yang banyak dapat diterima oleh berbagai sumber yaitu masuknya Islam ke Nusantara pada abad ke-13. Walaupun yang kita ketahui bahwa kemungkinan para pedagang-pedagang Arab sudah lama masuk ke Indonesia, namun pekembangan Islamisasi yang nyata nampaknya terdapat pada abad ke-13. Hal itu tidak terlepas dari kutipan yang memperkuat pendapat ini.
Pada abad ke-13 M, agama lainnya mulai memasuki Nusantara melalui jalur perdagangan. 600 tahun sebelumnya, Islam telah merebut Arabia, Mesir, dan Persia. Pedagang-pedagang di wilayah itu pun memeluk agama Islam dan membawanya ke pelabuhan-pelabuhan di India, khususnya Cambay, di Gujarat. Di sana Islam sudah tersebar sejak abad ke-9, da berkuasa pada abad ke-13. Dari Gujarat, saudagar-saudagar yang beragama Islam menyebarkan agama Islam di Nusantara pula. Penyebaran agama Islam di Nusantara dimulai dari kota-kota pelabuhan dan mengikuti jalur-jalur perdagangan. Terdapat pedagang muslim yang menetap di suatu wilayah di Nusantara dan menikah dengan putri-putri bangasawan setempat. Dan dengan begitu Islam telah tersebar secara damai di Nusantara, melalui hubungan perdagangan dan kekeluargaan.
Pembahasan tentang teori kedatangan islam di Nusantara, memiliki beberapa pendapat di kalangan beberapa ahli. Pendapat tersebut berkisar pada tiga masalah pokok, yakni asal-muasal islam berkembang di wilayah Nusantara, pembawa dan pendakwah islam dan kapan sebenarnya islam mulai muncul di Nusantara. Ada sejumlah teori yang membicarakan mengenai asala-muasal Islam yang berkembang di Nusantara.

  • Teori Gujarat
Teori ini juga diperkuat dengan penemuan. Teori ini dikemukakan oleh S. Hurgronje dan J. Pijnapel. Teori ini beranggapan bahwa agama dan kebudayaan Islam dibawa oleh para pedagang dari daerah Gujarat, India yang berlayar melewati selat Malaka. Teori ini menjelaskan bahwa kedatangan Islam ke Nusantara sekitar abad ke 13, melalui kontak para pedagang dan kerajaan Samudera Pasai yang menguasai selat Malaka pada saat itu. Teori ini dikemukaka oleh sejumlah sarjana Belanda, antara lain Pijnappel, Snouck Hurgronje dan Moquette. Teori Gujarat ini mendasarkan pendapatnya melalui teori mazhab dan teori nisan. Menurut teri ini, ditemukan adanya persamaan Mazhab yang dianut oleh umat Islam Nusantara dengan umat Islam di Gujarat. Mazhab yang dianut oleh kedua komunitas Muslim ini adalah mazhab Syafi’i. Pada saat yang bersamaan teori mazhab ini dikuatkan
oleh teori nisan, yakni ditemukannya makam Sultan Samudera Pasai, Malik As-Saleh pada tahun 1297 yang bercorak Gujarat, model dan bentuk nisan pada makam-makam baik di Pasai, Semenanjung Malaya dan di Gresik, yang bentuk dan modelnya sama dengan yang ada di Gujarat. Karena bukti-bukti itu, mereka memastikan Islam yang berkembang di Nusantara pastilah berasal dari sana.
  • Teori Bengal
                Teori ini mengatakan bahwa Islam Nusantara berasal dari daerah Bengal. Teori ini dikemukakan oleh S.Q.Fatimi. Teori Bengalnya Fatimi ini juga didasarkan pada teori nisan. Menurut Fatimi model dan bentuk nisan  Malik Al-Shalih, raja Pasai, berbeda sepenuhnya dengan batu nisan yang terdapat di Gujarat. Bentuk dan model dari nisan itu justru mirip dengan batu nisan yang ada di Bengal. Oleh karena itu, menurutnya pastilah Islam juga berasal dari sana. Namun demikian teori nisan Fatimi ini kemudian menjadi lemah dengan diajukannya teori mazhab. Mengikuti teori Mazhab, ternyata terdapat perbedaan mazhab yang dianut oleh umat Islam Bengal yang bermazhab Hanafi, sementara Islam Nusantara menganut Mazhab Syafi’i. Dengan demikian teori Bengal ini menjadi tidak kuat.
  • Teori Coromandel dan Malabar
Teori ini dikemukakan oleh Marrison dengan mendasarkan pada pendapat yang di pegangi oleh Thomas W.Arnold. Teori Coromandel dan Malabar yang mengatakan bahwa Islam yang berkembang di Nusantara berasal dari Coromandel dan Malabar adalah juga dengan menggunakan penyimpulan diatas teori mazhab. Ada persamaan Mazhab yang dianut umat Islam Nusantara dengan umat Islam Coromandel dan Malabar yaitu Mazhab Syafi’i. Dalam pada itu menurut Marrison, ketika terjadi islamisasi Pasai tahun 1292, Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu. Untuk itu tidak mungkin kalau asal-muasal penyebaran Islam berasal dari Gujarat.
  • Teori Arabia
Masih menurut Thomas W. Arnold, Coromandel dan Malabar bukan satu-satunya tempat asal Islam ketika mereka dominan dalam perdagangan Barat - Timur sejak awal-awal abad Hijriah atau abad ke-7 atau 8 Masehi. Dalam sebuah seminar di Medan tahun 1963 “Masuknya Agama Islam ke Indonesia”, Prof Dr. Buya Hamka dapat lebih menggunakan fakta yang diangkat dari berita Cina Dinasti Tang. Bukti kuat yang disertai adanya peninggalan jejak Muawiyah, adapun waktu masuknya Islam ke Nusantara terjadi pada abad ke-7 M. Dalam beritanya dituturkan ditemuinya hunian wirausahwan arab Islam di pantai barat Sumatra, sehingga disimpulkan Islam masuk ke Indonesia langsung dari Arab yang dibawa oleh para pengusaha Arab. Sementara kerajaan samudra pasai yang disangkakan Snouck baru didirikan pada abad 1275M atau abad ke-13M. Yang bukan awal masuknya Islam melainkan awal perkembangan mazhab Sya’fii di Indonesia. Dasar dari teori ini adalah :
  1. Adanya dokumen dari China yang ditulis oleh Chu Fan Chi yang dikutip dari seorang ahli geografi, yaitu Chou Ku Fei. Dalam dokumen ini disebutkan adanya perkampungan muslim di sekitar pantai Barus, Smuatera Barat yang dikenal sebagai Bandar Khalifah. Dalam bahasa China, wilayah ini dikenal dengan nama Tha-Shih (sebutan orang China untuk orang Arab).
  2. Ditemukannya bukti arkeologis berupa makam kuno di pemakaman Mahligai, Barus. Pada salah stau nisannya, terdapat nama Syekh Rukunuddin yang meninggal pada tahun 672 Masehi.
  3. Pendapat arkeolog dari Ecole Francaise D`Extreme Orient Prancis dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang menyatakan sekitar abad ke 9-12 Masehi, Barus menjadi sebuah perkampungan Muslim yang dihuni oleh berbagai suku bangsa seperti India, China, Aceh, Arab, Tamil, Jawa, Bugis, dan Bengkulu.
  4. Kerajaan Samudera Pasai yang menganut mazhab Syafi`I, sama seperti masyarakat muslim Mesir dan Mekkah yang pada waktu itu menganut mazhab Syafi`i.
  5. Gelar raja-raja Samudera Pasai yaitu Al-Malik, yang diyakini berasal dari Mesir   
  • Teori Persia
Teori Persia hasil pemikiran Prof. Dr. Abubakar Atjeh yang mengikuti pandangan Dr. Hosein Djajadinigrat. Dikatakan Islam masuk ke Indonesia lewat persia dan bermazhab Syi’ah (menyimpang). Teori ini tercetus karena pada awal masuknya Islam ke Nusantara di abad ke 13, ajaran yang marak saat itu adalah ajaran Syiah yang berasal dari Persia. Selain itu, adanya beberapa kesamaan tradisi Indonesia dengan Persia dianggap sebagai salah satu penguat. Teori ini mendasarkan pada teori mazhab. Ditemukan adanya peninggalan mazhab keagamaan di Sumatra dan Jawa yang bercoral Syi’ah. Juga disebutkan adanya ulama fiqih yang dekat dengan Sultan yang memiliki keturunan Persia. Seorang berasal dari Shiraz dan seorang lagi berasal dari Lifaham. Beberapa bukti yang mendukung teori ini antara lain:
  1. Adanya persamaan budaya antara muslim Persia dan Indonesia, salah satunya adalah perayaan 10 Muharram atau peringatan Asyura yang oleh masyarakat Iran dipercaya sebagai lambang untuk mengenang peristiwa Husein bin Ali bin Abi Thalib yang terbunuh pada peristiwa Karbala, dengan perayaan atau tradisi Tabuik atau Tabuk di Sumatera Barat dan Jambi.
  2. Terdapat suku Leran dan Jawi di Persia yang menetap dan tinggal di Indonesia khususnya di daerah Gresik, Jawa Timur. Selain itu, terdapat tradisi penulisan Arab Jawi oleh suku Jawa yang diadopsi dari tradisi masyarakat Persia atas tulisan Arab.
  3. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim yang bercorak khas Persia tahun 1419 di Gresik. Maulana Malik Ibrahim adalah salah satu tokoh pertama yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Wali Songo.
  • Teori Mesir
Teori yang dikemukakan oleh Kajizer ini uga mendasarkan pada teori mazhab, dengan mengatakan bahwa ada persamaan mazhab yang dianut oleh penduduk Mesir Nusantara, yaitu mazhab Syafi’i. Teori Arab-Mesir ini juga dikuatkan oleh Niemann dan de Hollander. Tetapi keduanya memberikan revisi, bahwa bukan Mesir sebagai sumber Islam Nusantara, melainkan Hadramaut. Sementara itu dalam seminar yang diselenggarakan tahun 1969 dan 1978 tentang kedatangan Islam ke Nusantara menyimpulkan bahwa Islam langsung datang dari Arabia, tidak melalui dari India.
  • Teori China
Teori ini dikemukakan oleh Slamet Mulyana dan Sumanto Al Qurtuby, mereka berpendapat bahwa sebenarnya kebudayaan Islam masuk ke Nusantara melalui perantara masyarakat muslim China. Teori ini berpendapat, bahwa migrasi masyarakat muslim China dari Kanton ke Nusantara, khususnya Palembang pada abad ke 9 menjadi awal mula masuknya budaya Islam ke Nusantara. Hal ini dikuatkan dengan adanya bukti bahwa Raden Patah (Raja Demak) adalah keturunan China, penulisan gelar raja-raja Demak dengan istilah China, dan catatan yang menyebutkan bahwa pedagang China lah yang pertama menduduki pelabuhan-pelabuhan di Nusantara.

SALURAN MASUKNYA ISLAM

Kedatangan Islam ke Indonesia dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat  umumnya, dilakukan secara damai. Saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada enam, yaitu saluran perdagangan, saluran perkawinan, saluran tasawuf, saluran pendidikan, saluran kesenian, dan saluran politik.
  • Saluran Perdagangan
Diantara saluran Islamisasi di Indonesia pada taraf permulaannya ialah melalui perdagangan.Hal ini sesuia dengan kesibukan lalu lintas perdagangan abad-7 sampai abad ke-16, perdagangan antara negeri-negeri di bagian barat, Tenggara dan Timur benua Asia dan dimana pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia, India) turut serta menggambil bagiannya di Indonesia.Penggunaan saluran islamisasi melalui perdagangan itu sangat menguntungkan. Hal ini menimbulkan jalinan di antara masyarakat Indonesia dan pedagang.Dijelaskan di sini bahwa proses islamisasi melalui saluran perdagangan itu dipercepat oleh situasi dan kondisi politik beberapa kerajaan di mana adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat kerajaan yang sedang mengalami kekacauan dan perpecahan. Secara umum Islamisasi yang dilakukan oleh para pedagang melalui perdagangan itu mungkin dapat digambarkan sebagai berikut: mulal-mula mereka berdatangan di tempat-tempat pusat perdagangan dan kemudian diantaranya ada yang bertempat tinggal, baik untuk sementara maupun untuk menetap. Lambat laun tempat tinggal mereka berkembang menjadi perkampungan-perkampungan.Perkampungan golongan pedangan Muslim dari negeri-negeri asing itu disebut Pekojan.
  • Saluran Perkawinan
Perkawinan merupakan salah satu dari saluran-saluran Islamisasi yang paling memudahkan.Karena ikatan perkawinan merupakan ikatan lahir batin, tempat mencari kedamaian diantara dua individu. Kedua individu  yauitu suami isteri membentuk keluarga yang justru menjadi inti masyarakat. Dalam hal ini berarti membentuk masyarakat muslim.
Saluran Islamisasi melalui perkawinan yakni antara pedagang atau saudagar dengan wanitia pribumi juga merupakan bagian yang erat berjalinan dengan Islamisasi.Jalinan baik ini kadang diteruskan dengan perkawinan antara putri kaum pribumi dengan para pedagang Islam. Melalui perkawinan inilah terlahir seorang muslim. Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putriputri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka diislamkan terlebih dahulu.Setelah setelah mereka mempunyai kerturunan, mereka makin luas. Akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan muslim.
  • Saluran Tasawuf
Tasawuf merupakan salah satu saluran yang penting dalam proses Islamisasi. Tasawuf termasuk kategori yang berfungsi dan membentuk kehidupan sosial bangsa Indonesia yang meninggalkan bukti-bukti yang jelas  pada tulisantulisan antara abad ke-13 dan ke-18. hal itu bertalian langsung dengan penyebaran Islam di Indonesia. Dalam hal ini para ahli tasawuf hidup dalam kesederhanaan, mereka selalu berusaha menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama di tengah-tengah masyarakatnya.
Para ahli tasawuf biasanya memiliki keahlian untuk menyembuhkan penyakit dan lain-lain. Jalur tasawuf, yaitu proses islamisasi dengan mengajarknan teosofi dengan mengakomodir nilai-nilai budaya bahkan ajaran agama yang ada  yaitu agama Hindu ke dalam ajaran Islam, dengan tentu saja terlebih dahulu dikodifikasikan dengan nilai-nilai Islam sehingga mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19  bahkan di abad ke-20 ini.

  • Saluran Pendidikan
Para ulama, guru-guru  agama, raja berperan besar dalam proses Islamisasi, mereka menyebarkan agama Islam melalui pendidikan  yaitu dengan mendirikan pondok-pondok pesantren merupakan tempat pengajaran agama Islam bagi para santri. Pada umumnya di pondok pesantren ini diajarkan oleh guru-guru  agama, kyai-kyai, atau ulama-ulama. Mereka setelah belajar ilmu-ilmu agama dari berbagai kitab-kitab, setelah keluar dari suatu pesantren itu maka akan kembali ke masing-masing kampung atau desanya untuk menjadi tokoh keagamaan, menjadi kyai yang menyelenggarakan pesantren lagi. Semakin terkenal kyai yang mengajarkan semakin terkenal pesantrennya, dan pengaruhnya akan mencapai radius yang lebih jauh lagi. 
  • Saluran Kesenian
Saluran Islamisasi melalui seni seperti seni bangunan, seni pahat atau ukir, seni tari, musik dan seni sastra.Misalnya pada seni bangunan ini telihat pada masjid kuno Demak, Sendang Duwur Agung Kasepuhan di Cirebon, masjid Agung Banten, Baiturrahman di Aceh, Ternate dan sebagainya. Contoh lain dalam seni adalah dengan pertunjukan wayang, yang digemari oleh masyarakat. Melalui cerita-cerita  wayang itu disisipkan ajaran agama Islam. Seni gamelan juga dapat mengundang
  • Saluran Politik
Pengaruh kekuasan raja sangat berperan besar dalam proses Islamisasi. Ketika seorang raja memeluk agama Islam, maka rakyat juga akan mengikuti jejak rajanya. Rakyat memiliki kepatuhan yang sangat tinggi dan raja sebagai panutan bahkan menjadi tauladan bagi rakyatnya. Misalnya di Sulawesi  Selatan dan Maluku, kebanyakan rakyatnya masuk Islam setelah rajanya memeluk agama Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini.

PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DINUSANTARA

Seperti yang telah dijelaskan di atas, proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia tidak terlepas dari peran ulama dan pedagang, raja/bangsawan, dan para adipati. Di Pulau Jawa, Islam berkembang melalui beberapa periode yang saling berkesinambungan. Adapun periode-periode tersebut adalah :
Periode 1,  Penyebaran Islam dilakukan oleh Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishak, Ahmad Jumadil Qubra, Muhammad Al-Magribi, Malik Israil, Muhammad Al-Akbar, Maulana Hasanuddin, Aliyuddin, dan Syeikh Subakir.
Periode 2,  Penyebaran diambil alih oleh Raden Rahmat (SUnan Ampel), Ja`far Siddiq (Sunan Kudus), dan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati)
Periode 3, Setelah beberapa ualam meninggal, maka dalam periode ini, penyebaran Islam digantikan oleh Raden Paku (Sunan Giri), Raden Said (Sunan Kalijaga), Raden Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang), dan Raden Qasim (Sunan Drajat).
Periode 4, Penyebar Islam selanjutnya adalah Jumadil Kubra dan Muhammad Al-Maghribi dan kemudian dilanjutkan oleh Raden Hasan (Raden Patah), dan Fadhillah Khan (Falatehan).
Periode 5, Pada periode ini, posisi Raden Patah digantikan oleh Sunan Muria, karena Raden Patah sudah menjadi Sultan Demak.

Daftar Pustaka

https://medium.com/@poerdiepew/teori-utama-mengenai-masuknya-islam-ke-indonesia-2a8707804e49
http://deerham.com/teori-masuknya-islam-ke-nusantara/
http://pemudanekat.blogspot.com/2017/09/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
http://www.academia.edu/Documents/in/Makalah_Masuknya_Islam_Ke_Indonesia
https://www.ilmudasar.com/2016/10/Sejarah-Masuk-dan-Perkembangan-Islam-di-Indonesia-adalah.html
Google Picture

EVALUASI
  1. Sebutkan dan jelaskan latar belakang masuknya Islam di Nusantara!
  2. Jelaskan mengapa islam dapat dengan mudah masuk dan diterima di Nusantara!
  3. Sebutkan dan jelaskan bukti-bukti yang menguatkan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada awal abad ke 13!
  4. Sebutkan dan jelaskan minimal 3 teori tentang masuknya islam di Nusantara!
  5. Jelaskan hubungan antara teori tingkok dengan kota Semarang!
  6. Jelaskanmenurut pendapat kalian  mengapa para pedagang Islam singgah ke nusantara!
  7. Sebutkan dan jelaskan mengapa perkawinan menjadi saluran paling mudah bagi penyebaran agama Islam di Nusantara!
  8. Sebutkan dan jelaskan menurut pendapat kalian saluran yang paling banyak digunakan untuk penyebaran Islam di Nusantara!
  9. Sebutkan dan jelaskan periode perkembangan Islam di Pulau Jawa!
  10. Jelaskan manafaat yang di rasakan oleh rakyat akibat masuknya Islam ke nusantara pada awal abad ke 13!


Kamis, 16 November 2017

RESUME BUKU KEBUDAYAAN DAN MENTALITAS PEMBANGUNAN KOENTJORONINGRAT

Kebudayaan dalam arti yang sangat luas yaitu adalah seluruh total pikiran,  karya, dan hasil karya manusia yang tidak berakar dari nalurinya dan yang hanya itu bisa dicetuskan oleh manusia setelah proses belajar. Karenademikian luasnya, makaguna keperluan analisis konsep kebudayaan itu perlu dipecah ke dalam suatu unsur-unsur. Unsur yang eprtama disebut “unsur kebudayaan yang universal”. Unsur kebudayaan secara universal dapat dilihat pada seluruh lapisa masyarakat dai pedesaan hingga perkotaan. Unsur-unsur kebudayaan universal tersebut antara lain: sistem religi dan upacara kebudayaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan.
Kebudayaan mempunyai sedikitnya tiga wujud, ada ideel, aktivitas, dan benda. Wujud kebudayaan dalam ideel adalah sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya. Ini merupakan wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, dan berada dalam pikiran setiap warga. Bila pikiran itu dituangkan dalam tulisan, maka lokasi dari kebudayaan itu berada dalam karangan buku-buku hasil karya penulis. Kebudayaan ideal ini dapat disebut adat tata kelakuan, atau adat, atau adat istiadat yang berfungsi mengatur, mengendalikan, member arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat.
Mengenai aktivitas, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujudnya sering disebut sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lainnya. Sebagai rangkaian aktivitas manusia dalam masyarakat, maka sistem sosial itu bersifat kongkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasi. Lalu ada wujud kebudayaan benda, yaitu wujud kebudayaannya sebagai benda-benda hasil karya manusia. Maksudnya kebudayaan fisik dan memerlukan keterangan banyak. Karena seluruh total dari hasil fisik aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling kongkret dan berupa benda-benda yang dapat diraba, dilihat, dan difoto.
Ketiga wujud dari kebudayaan terurai di atas, dalam kenyataan kehidupan masyarakat tentu tidak terpisah satu sama lain. Kebudayaan ideal dan kebudayan adat istiadat mengatur dan memberi arah kepada perbuatan dan karya manusia. Baik pikiran-pikiran dan ide-ide, maupun perbuatan dan karya manusia yang menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya kebudayaan fisik itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya, sehingga mempengaruhi pula pola-pola perbuatan dan mempengaruhi cara berpikirnya.
Wujud dari kebudayaan yang menghasilkan adat membuat sebagian para ahli membedakan pengertian antara kebudayaan dan adat. Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yang dapat diartika hal-hal yang menyangkut denga budi dan akal, salah satu definisi kebudayaan yakni keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakanya dengan belajar, beserta kesluruhandari hasil budi dan karya itu. Kebudayaan merupakan hasil total dari apa yang dihasilkan oelh anusia sejak zaman dia muncul hingga sekarang.
Peradaban dapat kita sejajarkan dengan kata civilitation, istilah itu biasanya dipakai untuk menyebutkan unsur kebudayaan yang halus dan indah. Peradaban juga sering digunakanuntuk menyebutkan suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem ke negaraan serta ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks.
Sedangkan perbedaan adat dan kebudayaan berkaitan dengan 3 wujud kebudayaan (ideel, kelakuan, dan fisik). Adat adalah wujud dari ideel dari kebudayaan, sehingga wujud tersebut dapat kita sebut adat kelakuan. Adat dapat dibagi menjadi 4 tingkatan, tingkat pertama adalah tingkat nilai budaya, yaitu lapisan yang paling abstrak dan luas ruang lingkupnya. Tingkat ini adalah ide-ide yang mengkonsepsikan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan bermasyarakat. Tingkat ini disebut sistem nilai budaya. Lalu tingkat kedua yaitu norma-norma. Norma adalah nilai-nilai budaya yang sudah terkait kepada peranan-peranan tertentu dari manusia dalam masyarakat. Tingkat ketiga adalah tingkat hukum. Hukum sudah jelas mengenai bermacam-macam sektor hidup yang sudah terang batas-batas ruang lingkupnya. Dan tingkat keempat adalah tingkat aturan khusus, yaitu aturan-aturan khusus yang mengatur aktivitas-aktivitas yang amat jelas dan terbatas ruang lingkupnya dalam kehidupan masyarakat. Itulah sebabnya aturan-aturan khusus ini, amat konkrit sifatnya dan banyak diantaranya terkait dalam tingkat hukum.
Dalam kebudayaan dikenal pranata kebuadayaan. Adapun pranata itu mengenai kelakuan berpola dari manusia dalam kebudayaannya. Seluruh total dari kelakuan manusia yang berpola dapat dirinci menurut fungsi-fungsi khasnya dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam masyarakatnya. Suatu sistem aktivitas dari kelakuan berpola beserta komponen-komponennya ialah sistem norma dan tata kelakuannya serta peralatannya ditambah dengan manusia atau personal yang melakukan kelakuan berpola itulah yang merupakan suatu pranata. Dibawah ini  terdapat beberapa puluh golongan pranata kebudayaan yang kemudian digolongkan dalam 8 golongan, antara lain
1.      Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuha hidup kekerabatan (domestic institution), contohnya perkawinan.
2.      Pranata-pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi manusia (economic institution), contohnya pertanian, peternakan.
3.      Pranata-pranata yang bertujuan untuk kebutuhan penerangan dan pendidikan manusia (edication institution), contonya TK hingga bangku kuliah.
4.      Pranata-pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ilmiah manusia (science institution), contonya penelitian.
5.      Pranata-pranata yeng bertujuan untuk memenuhi kebutuah kreasi dan keindahan dari manusia (aesthic and recreational institution), contohnya seni rupa.
6.      Pranata-pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan religius manusia (religius institution), contohnya upacara keagamaan.
7.      Pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia dalam mngatur kehidupan berkelompok (political institution), contohnya pemerintahan.
8.      Pranata-pranata yang mengurus kebutuhan jasmani manusia (somatic institution), contohnya kecantikan dan pemeliharaan kesehatan.
Dalam buku ini, dijelaskan perbedaan antara adat sebagai wujud kebudayaan dan hukum adat. Sifat dasar dari hukum adat dapat digolongkan ke dalam dua golongan. Golongan yang pertama beranggapan bahwa dalam masyarakat yang terbelakang tidak ada aktivitas hukum. Anggapan itu disebabkan karena para ahli antropologi menyempitkan definisi tentang hukum itu pada aktivitas-aktivitas hukum yang ada pada masyarakat yang maju saja. Dipandang dari sudut itu maka aktivitas hukum akan berupa suatu sistem penjagaan tata tertib masyarakat yang bersifat memaksa. Untuk itu, hukum perlu disokong oleh suatu sistem alat-alat kekuasaan yang diorganisir oleh suatu negara. Apabila dalam suatu masyarakat terbelakang tak ada suatu sistem yang dapat disamakan dengan itu, maka dalam masyarakat itu memang tidak ada sistem hukumnya.
Golongan kedua tidak mengkhususkan definisi tentang hukum, tetapi hanay kpada hukum dalam masyarakat bergnegara dengan suatu sostem alat-alat kekuasaan saja. Menurut antropolog terkenal B. Malinowski, berdasarkan beragamnya masyarakat dan kebudayaan di dunia maka semua aktivitas kebudayaan itu berfungsi untuk memenuhi suatu rangkaian hasrat naluri dari manusia. Adapun di antara berbagai macam aktivitas kebudayaan itu ada yang mempunyai fungsi memenuhi hasrat naluri manusia untuk secara timbal balik memberi kepada dan menerima dari sesamany, berdasarkan prinsip yang oleh Malinowsi disebut principle of reciprocity. Di antara aktivitas-aktivitas kebudayaan yang berfungsi serupa itu termasuk hukum sebagai unsur kebudayaan yang universal.
Sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat. Suatu sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus dianggap bernilai dalam hidup. Karena itu suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia lain yang tingkatnya lebih kongkret, seperti aturan-aturan khusus serta hukum dan norma yang berpedoman kepada sistem nilai budaya. Sebagai bagian dari adat istiadat dan wujud ideal dari kebudayaan, sistem nilai budaya seolah-olah berada di luar dan di atas diri para individu yang menjadi warga masyarakat yang bersangkutan. Para individu itu sejak kecil telah diresapi dengan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakatnya sehingga konsepsi-konsepsi sejak lama telah berakar dalam alam jiwa mereka. Itulah sebabnya nilai-nilai budaya tadi sukar diganti dengan nilai-nilai budaya lain dalam waktu singkat.
Sikap mental adalah istilah kedua setelah sistem nilai budaya. Konsep sistem nilai budaya banyak dipakai dalam ilmu-ilmu sosial yang terutama memfokuskan kepada kebudayaan dan masyarakat serta kepada manusia sebagai invidu dalam masyarakat. Sebaliknya, konsep sikap mental sering dipakai dalam ilmu psikologi, yang terutama memfokuskan kepada individu dan secara sekunder kepada kebudayaan dan masyarakat yang merupakan lingkungan dari individu. Suatu sikap adalah suatu disposisi atau keadaan mental di dalam jiwa dan diri seorang individu untuk berreaksi terhadap lingkungan. Walaupun berada dalam diri seorang individu, sikap itu biasanya dipengaruhi oleh nilai budaya dan sering juga bersumber kepada sitem nilai budaya.
Istilah lain adalah mentalitas. Yaitu suatu istilah sehari-hari dan biasanya diartikan sebagai keseluruhan dari isi serta kemampuan alam pikiran dan alam jiwa manusia dalam menanggapi lingkungannya. Pokoknya, istilah itu mengenai sistem nilai budaya maupun sikap mentalitas dan bisa kita pakai bila membicarakan kedua kedua hal tersebut tanpa maksud untuk mengutamakan salah satu dari kedua hal tersebut.
Suatu sistem nilai budaya biasanya dianut oleh suatu sistem nilai budaya biasanya dianut oleh suatu persentasi yang besar dari warga sesuatu masyarakat. Sebaliknya, karena berada dalam jiwa individu, suatu sikap sering hanya ada pada individu-individu. Suatu sikap sering hanya ada pada individu-individu tertentu dalam masyarakat. Walaupun demikian, ada juga sikap-sikap tertentu yang karena terpengaruh oleh sistem nilai budaya bisa didapatkan secara lebih meluas pada banyak individu dalam masyarakat.
Mengenai mentalitas pembangunan, Koentjaraningrat menyimpulkan bahwa sebelum benar-benar mengerti apa itu mentalitas pembangunan kita harus terlebih dahulu dengan jelas mengetahui bentuk masyarakat seperti apa yang ingin dicapai dengan pembangunan. Suatu mentalitas yang bermutu tinggi dan ketelitian itu sebenarnya memerlukan suatu orientasi nilai budaya yang bernilai tinggi dari karya manusia. Sasaran orientasi dari karya seharusnya merupakan asal dari karya itu sendiri dan bukan hasil berupa harta untuk dikonsumsi, atau hasil berupa kedudukan sosial yang menambah gengsi. Nilai budaya yang perlu dikembangkan oleh setiap bangsa yang ingin memperbesar takanan intensitas usahanya guna mempertinggi produksinya dan menjadikan rakyat makmur. Hal itu adalah terutama nilai budaya yang menilai tinggi usaha orang yang dapat mencapai hasil sebesar mungkin dari usahanya sendiri. Suatu nilai semacam itu apabila diekstrimkan akan ada bahaya ke arah individualisme dan lebih bahaya lagi mengarah ke isolisme.
Dalam hal membicarakan kelemahan-kelemahan dalam mentalitas kita untuk pembangunan, perlu dibedakan antara dua hal, konsepsi-konsepsi, pandangan-pandangan, dan sikap mental terhadap lingkungan kita yang sudah lama mengendap dalam alam pikiran kita. Mengendap dalam alam pikiran kita karena terpengaruh atau bersumber kepada sistem nilai budaya kita sejak beberapa generasi yang lalu. Yang kedua, konsepsi-konsepsi, pandangan-pandangan dan sikap mental terhadap lingkungan kita yang baru timbul sejak zaman revolusi dan yang sebenarnya tidak bersumber pada sistem nilai budaya kita.
Menurut Koentjoroningrat jika apa yang dimaksud gotong royong adalah aktivitet-aktivitet tolong menolong dan sistem tukar menukar tenaga antara individu maka sudah tentu gotong royong tak ada banyal sangkut pautnya dengan dengan pembangunan dan tidak mengganggu pembangunan. Bila yang dimaksud adalah kerja bakti maka mungkin malah bisa menunjang pembangunan. Tetapi sistem tersebut dudah tidak sesuai legi dengan zaman sekarang, hal tersebut dikarenakan sistem tersebut berbau pembangunan secara feodal atau kolonialisme. Berebeda apabila gotong royong dilakukan secara rela tanpa pamrih aka justru akan bermanfaat bagi individu tersebut.  Namun apabila gotong royong merupakan seperti suatu konsep hakekat manusia dengan sesamanya seperti yang diungkapkan koentjoroningrat maka akan dapat menghambat pembangunan. Apa yang bisa kita mbil dari gotong royong untuk pembangunan sekarang adalah semangatnya.
Berhasil tidaknya suatu mentalitas pembangunan tergantung kepada bisa tidaknya suatu bangsa menghindari kelemahan-kelemahan dan berani melaksanakan hal-hal yang baik. Di antaranya, gotong royong. Konsep gotong royong merupakan suatu konsep yang erat hubungannya dengan kehidupan rakyat kita sebagai petani dalam masyarakat agraris. Dalam kehidupan masyarakat desa di Jawa, gotong royong merupakan suatu sistem pengarahan tenaga tambahan dari luar kalangan keluarga untuk mengisi kekurangan tenaga. Terangkatnya konsep gotong royong ke dalam nilai bangsa kita dimulai ketika panitia persiapan kemerdekaan dalam zaman Jepang mengangkat konsep gotong royong itu menjadi suatu unsur yang amat penting dalam rangkaian prinsip-prinsip dasar negara kita. Konsep gotong royong dan konsep lainnya yang diambil dari kehidupan masyarakat desa merupakan faktor pendorong pembangunan negara kita.
Sebagian orang menganggap bahwa mentalitas pembangunan kita masih terlalu rendah, untuk itu Koentjaraningrat menulis empat jalan untuk merubah dan membina suatu mentalitas yang berjiwa pembangunan. Keempat jalan itu adalah dengan memberi contoh yang baik, dengan memberi perangsang-perangsang yang cocok dengan persuasi dan penerangan, dan dengan pembinaan dan pengasuhan suatu generasi yang baru untuk masa yang akan datang. Pembangunan mentalitsa suatu bangsa tidak bisa lepas dari partisipasi rakyat terutama rakyat pedesaan. Yaitu partisipasi dalam aktivitas bersama dalam proyek pembangunan dan partisipasi sebagai individu di luar aktivitas bersama dalam pembangunan.
Timbulah pertanyaan apakah sebenarnya tujuan pembangunan kita????? Pertanyaan tersebut sukar untuk dijawab karena keadaan negara kita sudah terlampau parah, ekonomi sudah terlampau berantakan, dan rakyat sudah terlampau menderita.dengan memahami akibat-akibat dan bahaya dari kemakmuran serta demokrasi yang terlalu extremdan dengan mempelajari gejala-gejala di negara yang telah mebangun lebih dahulu daripada kita.
Beberapa ahli menyatakan bahwa kita seharusnya meniru pola pembangunan Jepang karena Jepang mempunyai sifat-sifat keseragaman yang amat besar dari kebudayaan Jepang, pendorong psikologis yang memberi motivasi kepada orang Jepang untuk pe mbangunan, kesiap-siagaan mental orang Jepang ketika memutuskan untuk memulai pembangunan, sistem hukum adat waris dalam masyarakat Jepang yang amat cocok untuk memecahkan masalah tenaga kerja pada permulaan pembangunan, dan agama Shinto yang amat mendorong kegiatan manusia dalam dunia yang fana ini untuk pembangunan. Karena mempunyai sifat-sifat itu, Jepang menganggap pembangunan kita pada khususnya dan pembangunan negara-negara Asia pada umumnya sangat lemah. Untuk itu, Jepang mempunyai ambisi untuk menjadi pemimpin Asia. Di sinilah para ahli menyatakan tidak perlu meniru bangsa Jepang.
Dalam melakukan pembangunan, negara kita seringkali terlena dengan modernisasi dan westernisasi. Sebagian orang menganggap modernisasi sama dengan westernisasi. Modernisasi adalah istilah untuk menyebut konsep yang berusaha hidup sesuai zaman dan konstelasi dunia sekarang. Untuk orang Indonesia hal itu berarti merubah berbagai sifat dalam mentalitasnya yang cocok denga kehidupan zaman sekarang dan membiasakan diri dengan sifat-sifat mental yang dimiliki oleh bangsa barat. Sedangkan, westernisasi adalah usaha pengambilan alih unsur-unsur kebudayaan barat. Maka dari itu, westernisasi bukan modernisasi. Dalam membangun mentalitas bangsa, Indonesia membutuhkan modernisasi bukan westernisasi.
Buku ini diakhiri dengan membedakan antara agama, religi, dan kepercayaan. Ia menggunakan istilah religi untuk istilah agama. Karena menurutnya, memakai istilah religi adalah netral dan menghindari istilah agama yang bukan merupakan bagian dari kebudayaan. Religi itu sendiri merupakan bagian dari kebudayaan yang memiliki empat komponen yaitu: emosi keagamaan, sistem keyakinan, sistem ritual dan upacara, serta umat atau kesatuan nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 2004. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama

Selasa, 14 November 2017

TANAM PAKSA DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF SOSIAL DAN EKONOMI

Penulisan ini dilihat dari persfektif sosial dan ekonomi. Perspektif sosial pada kehidupan masyarakat Hindia Belanda selama program Tanam Paksa ini berlangsung. Dan pada perspektif ekonomi dilihat dari dampak yang dialami masyarakat Hindia Belanda dan juga keuntungan yang diterima Negara Belanda. Adanya Tanam Paksa di karenakan kesulitan keuangan yang dialami oleh Pemerintah Belanda. Pengeluaran Belanda digunakan untuk membiayai keperluan militer sebagai akibat Perang Belgia pada tahun 1830 di Negeri Belanda dan Perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825-1830) di Indonesia. Oleh karena hal tersebut sistem Tanam Paksa terjadi pada tahun 1830, hingga dikeluarkanya Undang-Undang Gula pada tahun 1870 sebagai akibat dari banyaknya penyelewengan yang terjadi pada sistem Tanam Paksa. Dikeluarkanua Undang-Undang Gula tersebut menandai berakhirnya sistem Tanam Paksa di Hindia Belanda. Berdasarkan hal tersebut Tanam Paksa dimulai dari tahun 1830 hingga 1870 di Hindia Belanda dan difokuskan di tanah Jawa.
Dalam mengembalikan finansial Belanda yang bengkak dikarenakan pengeluaran begitu besar saat melawan pemberontakan Diponegoro dan juga perang dengan Belgia, maka pemerintahan Belanda untuk pertama kalinya mampu mengeksploitasi dan menguasai seluruh pulau Jawa. Sulitnya kondisi finansial Belanda kemudian mendorong pemerintah Belanda untuk membuat berbagai kebijakan di daerah koloninya. Salah satu usaha penyelamatan keuangan tersebut adalah diterapkannya sistem Tanam Paksa. Tentang gagasan awal diberlakuan sistem ini, Niel menjelaskan, kurun waktu sampai tahun 1830 menunjukkan banyak perubahan kebijakan politik pemerintahan Eropa di Jawa. Dengan menyebut beberapa nama penting seperti Deandeles, Raffles, Van der Capellen, dan Du Bus (Van den Bosch) mengingatkan pada usaha-usaha pengembangan suatu strategi agar tanah jajahan mendatangkan keuntungan. 
Johannes Van Den Bosch adalah pelaksana sistem Tanam Paksa, dia diangkat menjadi Gubernur Jendral pada 19 Januari 1830 dan dasar pemerintahannya tertuang dalam RR 1830. Sistem Tanam Paksa diperkenalkan secara perlahan sejak tahun 1830 sampai tahun 1835 dan menjelang tahun 1840 sistem ini telah berjalan di Jawa. Sistem  Tanam Paksa (Cultuurstelsel) merupakan sebuah eksperimen unik dalam rekayasa sosio-ekonomi.  Van den Bosch  adalah salah satu orang dari Belanda yang diangkat menjadi Komisaris Jenderal yang memiliki kekuasaan luar biasa, yang pada saat itu menguasai sepenuhnya di Indonesia. Ia menerapkan Sistem Tanam Paksa untuk orang-orang pribumi Jawa guna sebagai bentuk pembaharuan dari sistem sebelumnya yang pernah mengalami kegagalan dalam pelaksanaannya, yaitu sistem pajak tanah. Sebelumnya, pelaksanaan sistem ini  menimbulkan beberapa sikap buruk yang dimiliki dari orang Belanda, diantaranya Belanda tidak dapat menciptakan hubungan baik dengan pihak petani Jawa, sehingga kekerabatan antara mereka tidak terjalin dengan baik. Belanda juga tidak mencoba untuk mendekati para bupati dan kepala desa, yang nantinya dapat membantu mereka untuk mengekspor  tanaman-tanaman yang terdapat di Jawa untuk dimanfaatkan pihak Belanda sendiri. 
Gubernur Jendral Van Den Bosch memberlakukan system ini dengan mengambil pelajaran dari system pajak tanah yang gagal pada era sebelumnya oleh Raffles, dari system pajak tanah yang tidak mampu membuat para penduduk pribumi meningkatkan tanaman ekspor maka Gubernur Jendral van den Bosch mecoba untuk meningkatkan hasil tanaman ekspor dengan mengadakan kerjasama dengan para Bupati dan pejabat daerah yang dekat dengan rakyat. Artinya system feodal di pedesaan harus dimanfaatkan agar para petani mampu menghasilkan tanaman ekspor yang banyak, untuk itulah Gubernur Jendral van den Bosch mencoba untuk mengadakan kerjasama dengan para pegawai pemerintahan yang dekat dengan petani. System Tanam Paksa ini bisa dikatakan sebagai bentuk pembaharuan dari system pajak tanah yang pernah dilakukan oleh VOC selama dua abad. Hal ini dikarenakan para penduduk pribumi juga dikenakan pajak oleh Gubernur Jendral van den Bosch, yang mana pajak yang dikenakan bukan berupa uang melainkan berupa tanaman ekspor yang telah mereka tanam.
Jenis-jenis tumbuhan yang diwajibkan oleh pemerintah untuk ditanam ialah kopo, tebu, nila, teh, tembakau, kayu manis, kapas, lada dan ubi kayu. Tanaman-tanaman sejenis ini menjadikan Indonesia produksi ekspor. Agar diketahui sebenarnya beberapa tumbuhan tersebut bukanlah tumbuha asli Indonesia akan tetapi meriupakan tumbuhan yeng benihnya di impor dari berbagai negara di dunia. Seperti teh yang di impor dari Cina dan Jepang yang memang terkenal sebagai negara penghasil teh dengan kualitas tinggi, tembakau diprekenalkan ke Asia oleh Spanyol lewat Filipina, lada dan kayu manis yang di impor dari Ceylon (Sri Lanka), dan ubi kayu yang dimasukan dari Amarika oleh Spanyol. 
Sistem ini bukan hanya mendatangkan pemasukan besar bagi perbendaharaan pemerintah Belanda, tapi juga berhasil mempromosikan perniagaan dan perkapalan Belanda. Antara tahun 1831 dan 1877 perbendaharaan Belanda menerima 823 juta gulden dari Hindia. Sebagian besar dari uang ini dipakai untuk melunasi hutang kolonial. Sisanya dipakai untuk membayar hutang Belanda pada perang Belgia, serta membangun rel kereta api dan pekerjaan umum. 
Ciri utama dari pelaksanaan sistem Tanam Paksa adalah keharusan bagi rakyat untuk membayar pajak dalam bentuk pajak in natura, yaitu dalam bentuk hasil-hasil pertanian mereka. Ketentuan-ketentuan sistem Tanam Paksa, terdapat dalam Staatblad (lembaran negara) No. 22 tahun 1834. Ketentuan-ketentuan pokoknya antara lain:
  1. Orang-orang Indonesia akan menyediakan sebagian dari tanah sawahnya untuk ditanami tanaman yang laku di pasar Eropa seperti kopi, teh, tebu, dan nila. Tanah yang diserahkan itu tidak lebih dari seperlima dari seluruh sawah desa.
  2. Bagian tanah yang disediakan sebanyak seperlima luas sawah itu bebas dari pajak.
  3. Pekerjaan untuk memelihara tanaman tersebut tidak boleh melebihi lamanya pekerjaan yang diperlukan untuk memelihara sawahnya sendiri.
  4. Bagian tanah yang disediakan untuk menanam tanaman dagangan dibebasakan dari pembayaran pajak tanah.
  5. Hasil dari tanaman tersebut diserahkan kepada Pemerintah Belanda dan ditimbang. Jika harganya ditaksir melebihi harga sewa tanah yang harus dibayar oleh rakyat, maka lebihnya tersebut akan dikembalikan kepada rakyat. Hal ini bertujuan untuk memacu para penanam supaya bertanam dan memajukan tanaman ekspor.
  6. Tanaman yang rusak akibat bencana alam, dan bukan akibat kemalasan atau kelalaian rakyat, maka akan ditangggung oleh pihak pemerintah.
  7. Pelaksanaan Tanam Paksa diserahkan kepada pegawai-pegawai pribumi, dan pihak pegawai Eropa hanya sebagai pengawas. (Poesponegoro, et al. 1993:99)

Jika peraturan-peraturan tersebut dilihat dari ketentuan atau aturannya, maka tidak kelihatan membebankan rakyat. Peraturan tersebut seperti memberi beban yang ringan. Namun, yang terpenting bukanlah peraturannya melainkan pelaksanaan cultuurstelsel itu sendiri. Seringkali terjadi banyak penyimpangan, sehingga rakyat banyak dirugikan, kecuali mungkin ketentuan nomor 4 dan nomor 7 tersebut. 
Pemerintahan yang diterapkan oleh Van den Bosch masih dianggap kurang efektif, karena Ia menggunakan kekuasaan feodal yang memberikan kuasa penuh kepada bupati, sehingga kekuasaan otoriter berada ditangan pemerintah Hindia Belanda yang merupakan bentukan dari kolonial Belanda. Pada akhirnya Perjanjian dengan rakyat mengenai tanah tidak ditepati. Di dalam perjanjian ini  yang seharusnya ada unsur sukarela, di dalam pelaksanaanya mengandung paksaan. Letak dan luasnya tanah ditentukan dengan sewenang-wenang oleh penguasa, membuat istilah perjanjian tidak berarti lagi. 
Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa banyak menyimpang dari ketentuan pokok dan cenderung mengadakan eksploitasi agraris yang semaksimal mungkin. Oleh karena itu, Sistem Tanam Paksa mengakibatkan penderitaan bagi rakyat pedesaan di Pulau Jawa. Adapun penderitaan bangsa Indonesia akibat pelaksanaan sistem Tanam Paksa diantaranya:
  1. Rakyat makin miskin karena sebagian tanah dan tenaganya harus disumbangkan secara cuma-cuma kepada Belanda.
  2. Sawah dan ladang menjadi terlantar karena kewajiban kerja paksa yang berkepanjangan mengakibatkan penghasilan menurun.
  3. Beban rakyat makin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil panen, membayar pajak, mengikuti kerja rodi, serta menanggung risiko apabila panen gagal.
  4. Akibat bermacam-macam beban, menimbulkan tekanan fisik dan mental yang berkepanjangan (Niel, 2003:128).

Penyimpangan-penyimpangan aturan Tanam Paksa diatas, terjadi karena adanya cultuur procenten yaitu hadiah atau bonus bagi pelaksana sistem Tanam Paksa yang dapat menyerahkan hasil tanaman melebihi ketentuan yang telah ditetapkan.Oleh karena itu, para Bupati dan kepala desa menyerahkan hasil tanaman yang sebanyak-banyaknya. Mereka memaksa penduduk desa untuk menanam melebihi ketentuan yang berlaku. Selain itu, rakyat juga dibebani pekerjaan yang lebih lama dari pada waktu yang telah ditentukan. Bagi rakyat yang dianggap tidak mematuhi kehendak para petugas akan dijatuhi hukuman. Kalaupun tidak dihukum mereka diancam akan dilaporkan kepada Pemerintah Belanda sebagai pembangkang dan pemberontak. 
Banyak kerugian yang diperoleh dari Sistem Tanam Paksa ini, dampak tersebut sangat terasa bagi kaum pribumi. Karena mereka tidak tahu aturan main yang dibuat oleh Belanda untuk menguasai wilayah Jawa. Kemiskinan mulai nampak dari sistem ini. Beban yang diletakkan di punggung rakyat oleh sistem itu berat sekali. Karena itu timbullah kemelaratan yang akibatnya dapat pula membawa kematian dan pemusnahan sebagian penduduk daerah tertentu. Contoh dari bahaya kelaparan yang berat dan mengerikan yang pernah terjadi ialah di Cirebon (1844), Demak (1848), Gerobogan (1849). 
Akibat dari tidak kekonsistensian peraturan sistem Tanam Paksa yang terjadi di jawa menimbulkan reaksi dari beberapa tokoh antarannya yakni Douwes Dekker dan Baron Van Howvel serta Frans Van De Putte. Douwes Dekker adalah seorang residen di Lebak, Serang, Jawa Barat. Ia sangat sedih menyaksikan buruknya nasib bangsa Indonesia akibat Sistem Tanam Paksa. Ia menulis buku berjudul Max Havelar yang terbit pada tahun 1860. Dalam buku tersebut, ia memakai nama samaran “Multatuli”. Isi buku tersebut melukiskan penderitaan rakyat Indonesia akibat pelaksanaan Sistem Tanam Paksa. Tulisan Douwes Dekker menyebabkan orang Belanda menjadi terbuka melihat keburukan Sistem Tanam Paksa dan menghendaki agar Sistem Tanam Paksa dihapuskan. 
Semula Baron van Hoevel tinggal di Jakarta. Kemudian pulang ke Negeri Belanda menjadi anggota parlemen. Selama tinggal di Indonesia, ia mengetahui banyak tentang penderitaan bangsa Indonesia akibat Sistem Tanam Paksa. Baron van Hoevel bersama dengan Fransen van de Putte menentang Sistem Tanam Paksa. Fransen van de Putte menulis buku berjudul Suiker Contracten (kontrak kontrak gula). Kedua tokoh ini berjuang keras untuk menghapuskan Sistem Tanam Paksa melalui parlemen BeIanda . Akibat adanya reaksi tersebut, pemerintah Belanda secara berangsurangsur menghapuskan sistem Tanam Paksa. Nila, teh, kayu manis dihapuskan pada tahun 1865, tembakau tahun 1866, kemudian menyusul tebu tahun 1884. Tanaman terakhir yang dihapus adalah kopi pada tahun 1917 karena paling banyak memberikan keuntungan. 

DAFTAR PUSTAKA
Dekker, N. 1992. Sejarah Pergolakan Indonesia dalam Abad XIX. Malang: FPIPS IKIP MALANG.

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto, Nugroho. 1993. Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV. Jakarta: Balai Pustaka.

Niel, Robert Van. 2003. Sistem Tanam Paksa Di Jawa. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia

Vlekke, Bernard H.M. 2008. Nusantara: Sejarah Indonesia. Jakarta: PT Gramedia